Wednesday, August 11, 2010

Setibanya Ramadhan


Firman Allah s.w.t yang bermaksud: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa"(Al-Baqarah: 183)

Setiap muslim tentu senang menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Betapa bahagiannya setiap kita masih disapa oleh bulan yang selalu dinanti dan diimpikan kedatangannya. Ibarat orang yang telah lama berpisah dengan kekasih tercinta, ia akan selalu menanti kehadirannya. Rasa gundah sering timbul bilakah dapat berjumpa kembali. Maka, ketika bertemu, rasa bahagiapun meluap bak buih dalam air yang melambung ke permukaan. Segala sesuatu yang bisa mempertemukannya dengan sang kekasih-pun ditempuh. Tidak peduli walau harus mendaki gunung yang tinggi atau menyeberangi lautan yang luas, asal sang kekasih dapat tersenyum ceria melihat kesungguhan dan ketulusan hatinya selama ini.

Bagi setiap muslim, bulan suci Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa, bulan yang senantiasa dinanti-nantikan kehadirannya, rasa rindu yang selalu menggugah hati untuk mengabdikan diri kehadirat Allah swt, telah tiba. Bagaimana agar momen Ramadhan mendatangkan berkah dan tidak hanya menghasilkan kesia-siaan, itulah yang semestinya selalu direnungkan setiap muslim.

Kabar Gembira Kedatangan Tamu Agung

Abu Hurairah ra. Berkata, Rasulullah saw bersabda: ”Apabila datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setanpun dibelenggu”. (HR. Muslim).

Hadist ini menjadi salah satu motivasi bagi setiap muslim untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengabdiaannya kepada Allah ta’ala. Di bulan Ramadhan, Dia tidak hanya membuka pintu-pintu kebaikan dan memberikan pahala yang berlipat-lipat pada setiap amal kebaikan, melainkan Dia juga menutup - atau setidaknya meminimalisir - hambatan dan rintangan yang menghalangi hamba-Nya untuk meraih kebaikan dan pahala, yaitu dengan “membelenggu” setan, baik dari kalangan jin ataupun manusia.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa nabi bersabda kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan, manusia dan jin”. Abu Dzar bertanya, apakah ada manusia yang menjadi setan? Beliau menjawab, “benar”.

Bahkan bisa jadi setan yang berbentuk manusia ini lebih berbahaya daripada setan dan jin. Dalam hal ini, Malik bin Dinar pernah berkata, “Setan (berbentuk) manusia lebih aku waspadai daripada setan jin. Karena ketika aku membaca ta’awudz, enyahlah setan jin dariku, akan tetapi setan (berbentuk) manusia itu malah semakin mendekat.”

Maka, sesungguhnya kabar gembira bulan Ramadhan sesungguhnya hanya akan dirasakan muslim yang memang memiliki tekad kuat untuk menjadikan Ramadhan sebagai lahan menanam amal dan mencurahkan segala keluh kesah kepada Yang Maha Kuasa, sehingga - paling tidak - dapat mendekati derajat taqwa yang merupakan tujuan akhir puasa Ramadhan.

Duri-duri di Bulan Suci

Hadist Nabi yang menggambarkan keistimewaan bulan Ramadhan, seperti dibukanya pintu-pintu surga, ditutupnya pintu-pintu neraka dan terbelenggunya para setan, seharusnya tidak hanya ditafsirkan secara tekstual melainkan dengan konteks yang diinginkan teks hadist itu. Dinyatakan bahwa di bulan Ramadhan pintu-pintu surga dibuka, maksudnya adalah di bulan ini banyak lahan amal ibadah yang sengaja Allah sediakan agar dapat digarap setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan dan keislaman. Sedangkan pernyataan bahwa pintu-pintu neraka ditutup, maksudnya adalah banyak hal di bulan suci ini yang dapat menghalangi seorang muslim untuk berbuat maksiat. Oleh karena itu, hadist itu ditambah dengan pernyataan bahwa setanpun ikut terbelenggu. Ini adalah kiasan, yang artinya adalah; setan akan sangat kesulitan untuk menggoda muslim ketika sedang berpuasa di bulan suci.

Akan tetapi hal itu tidak menutup kemungkinan seorang muslim tetap terjaga dari godaan setan. Setan akan terus menggoda manusia dengan berbagai macam cara termasuk dengan situasi dan kondisi sehari-hari pada bulan puasa itu. Walaupun mungkin tidak sampai membuat puasa batal secara hukum, akan tetapi nilai-nilai esensi yang terkandung dalam puasa akan hilang sehingga puasanya menjadi sia-sia. Demikianlah seperti yang disabdakan oleh Nabi: “Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan apa-apa selain lapar, dan berapa banyak orang sholat di tengah malam tidak mendapatkan apa-apa selain begadang” (HR. Nasa’i).

Terdapat beberapa dalil yang menunjukkan bahwa tidak semua orang yang menjalankan ibadah puasa akan mendapat apa yang dijanjikan secara sempurna. Semua tergantung dari sejauh mana manusia menunaikan hak-hak puasa itu. Ada yang mampu menjalankan ibadah puasa dengan sempurna, ia tidak hanya mampu menjaga diri dari segala yang membatalkan dan yang dapat merusak puasa, melainkan ia mampu memakmurkannya dengan berbagai macam kebajikan.

Namun, lebih banyak lagi yang menyia-nyiakan hari-hari di bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan dijadikan sebagai bulan makan-makan dan tidur di siang harinya. Sehingga menyelisihi hikmah disyariatkannya puasa. Tiada aktivitas di siang hari selain menunggu datangnya berbuka. Tidur, bermain atau menghibur diri (kendati dengan perkara mubah) agar waktu serasa cepat berlalu dan waktu berbuka cepat datang. Ia justru tidak memanfaatkan Ramadhan sebagai bulan amal, menambah pahala dan sarana merenungi dosa-dosa yang telah dilakukan sebelumnya.

Ada pula sebagian orang - bahkan mungkin kebanyakan orang – yang menjadikan bulan Ramadhan sebagai momentum pemborosan. Aneka ragam makanan diborong untuk dijadikan bahan berbuka puasa, porsi makan pun berlipat, seakan ingin jatah makan siang diambil pula untuk malam harinya. Demikianlah kiranya ironi orang yang berpuasa, namun tidak benar-benar berpuasa sehingga tidak mendapatkan apa-apa selain lapar dan haus.

Penutup

Suatu tuntutan bagi setiap muslim untuk menyadari bahwa puasa adalah momen yang sangat tepat untuk merenungi keberadaannya di dunia ini. Bahwa puasa di bulan ramadhan adalah media yang Allah sediakan bagi setiap muslim untuk meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan. Tiada yang lebih mulia dari pada bulan suci Ramadhan. Maka sungguh sangat merugi bila kita termasuk orang yang menyia-nyiakan puasa Ramadhan. Sebuah kata hikmah pernah tersimpulkan, bahwa; “Terkadang kita baru merasakan nikmatnya suatu nikmat yang diberikan Allah ketika nikmat itu telah pergi dan berlalu dari kita”. Semoga kita tidak termasuk orang rugi dengan mensia-nsiakan bulan Ramadhan ini. Amin ya rabbal álamin.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.